Pada waktu Gunungkidul masih merupakan hutan belantara, terdapat suatu desa yang dihuni beberapa orang pelarian dari Majapahit. Desa tersebut adalah Pongangan, yang dipimpin oleh R. Dewa Katong saudara raja Brawijaya. Setelah R Dewa Katong pindah ke desa Katongan 10 km utara Pongangan, puteranya yang bernama R. Suromejo membangun desa Pongangan, sehingga semakin lama semakin rama. Beberapa waktu kemudian, R. Suromejo pindah ke Karangmojo.
Perkembangan penduduk di daerah Gunungkidul itu didengar oleh raja Mataram Sunan Amangkurat Amral yang berkedudukan di Kartosuro. Kemudian ia mengutus Senopati Ki Tumenggung Prawiropekso agar membuktikan kebenaran berita tersebut. Setelah dinyatakan kebenarannya, Tumenggung Prawiropekso menasehati R. Suromejo agar meminta ijin pada raja Mataram, karena daerah tersebut masuk dalam wilayah kekuasaannya.
R. Suromejo tidak mau, dan akhirnya terjadilah peperangan yang mengakibatkan dia tewas. Begitu juga 2 anak dan menantunya. Ki Pontjodirjo yang merupakan anak R Suromejo akhirnya menyerahkan diri, oleh Pangeran Sambernyowo diangkat menjadi Bupati Gunungkidul I. Namun Bupati Mas Tumenggung Pontjodirjo tidak lama menjabat karena adanya penentuan batas-batas daerah Gunungkidul antara Sultan dan Mangkunegaran II pada tanggal 13 Mei 1831. Gunungkidul (selain Ngawen sebagai daerah enclave Mangkunegaran) menjadi kabupaten di bawah kekuasaan Kasultanan Yogyakarta.
Mas Tumenggung Pontjodirjo diganti Mas Tumenggung Prawirosetiko, yang mengalihkan kedudukan kota kabupaten dari Ponjong ke Wonosari.
Menurut Mr R.M Suryodiningrat dalam bukunya â€Peprentahan Praja Kejawen†yang dikuatkan buku de Vorstenlanden terbitan 1931 tulisan G.P Rouffaer, dan pendapat B.M.Mr.A.K Pringgodigdo dalam bukunya Onstaan En Groei van het Mangkoenegorosche Rijk, berdirinya Gunungkidul (daerah administrasi) tahun 1831 setahun seusai Perang Diponegoro, bersamaan dengan terbentuknya kabupaten lain di Yogyakarta. Disebutkan bahwa â€Goenoengkidoel, wewengkon pareden wetan lepen opak. Poeniko siti maosan dalem sami kaliyan Montjanagari ing jaman kino, dados bawah ipun Pepatih Dalem. Ing tahoen 1831 Nagoragung sarta Mantjanagari-nipoen Ngajogjakarta sampoen dipoen perang-perang, Mataram dados 3 wewengkon, dene Pangagengipoen wewengkon satoenggal-satoenggalipoen dipoen wastani Boepati Wadono Distrik kaparingan sesebatan Toemenggoeng, inggih poeniko Sleman (Roemijin Denggong), Kalasan serta Bantoel. Siti maosan dalem ing Pengasih dipoen koewaosi dening Boepati Wedono Distrik Pamadjegan Dalem. Makanten oegi ing Sentolo wonten pengageng distrik ingkang kaparingan sesebatan Riya. Goenoengkidoel ingkang nyepeng siti maosan dalem sesebatan nipoen Riya.â€
Dan oleh upaya yang dilakukan panitia untuk melacak Hari Jadi Kabupaten Gunungkidul tahun 1984 baik yang terungkap melalui fakta sejarah, penelitian, pengumpulan data dari tokoh masyarakat, pakar serta daftar kepustakaan yang ada, akhirnya ditetapkan bahwa Kabupaten Gunungkidul dengan Wonosari sebagai pusat pemerintahan lahir pada hari Jumat Legi tanggal 27 Mei 1831 atau 15 Besar Je 1758 dan dikuatkan dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Gunungkidul No : 70/188.45/6/1985 tentang Penetapan hari, tanggal bulan dan tahun Hari Jadi Kabupaten Gunungkidul yang ditandatangani oleh bupati saat itu Drs KRT Sosro Hadiningrat tanggal 14 Juni 1985.
Sedangkan secara yuridis, status Kabupaten Gunungkidul sebagai salah satu daerah kabupaten kabupaten yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta dan berkedudukan di Wonosari sebagai ibukota kabupaten, ditetapkan pada tanggal 15 Agustus 1950 dengan UU no 15 Tahun 1950 jo Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1950 pada saat Gunungkidul dipimpin oleh KRT Labaningrat.
Guna mengabadikan Hari Jadi Kabupaten Gunungkidul dibangun prasasti berupa tugu di makam bupati pertama Mas Tumenggung Pontjodirjo dengan bertuliskan Suryo sangkala dan Condro sangkala berbunyi : NYATA WIGNYA MANGGALANING NATA †HANYIPTA TUMATANING SWAPROJO†Menuruut Suryo sangkala tahun 1831 dibalik 1381, sedang Condro sangkala 1758 dibalik 8571.
Kabupaten Gunungkidul yang ber-Ibukota di Wonosari merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak 39 km sebelah tenggara Kota Yogyakarta. Luas wilayah Kabupaten Gunungkidul adalah 1.485,36 km2 atau sekitar 46,63 % dari luas wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara yuridis, status Kabupaten Gunungkidul sebagai salah satu daerah kabupaten yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta dan berkedudukan di Wonosari sebagai ibu kota kabupaten, ditetapkan pada tanggal 15 Agustus 1950 dengan UU nomor 15 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pusat Pemerintahan Kabupaten Gunungkidul berada di Jalan Brigjen Katamso Nomor 1 Wonosari, Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan batas wilayah dirinci sebagai berikut:
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Klaten dan Kabupaten Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia
Secara administratif, Kabupaten Gunungkidul terbagi menjadi 18 Kecamatan yang meliputi 144 desa dan 1.431 padukuhan. Secara geografis Kabupaten Gunungkidul berada di bagian tenggara dari Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten Gunungkidul tidak memiliki kawasan pedalaman maupun kawasan terpencil. Menurut kondisi geografis, desa-desa di Kabupaten Gunungkidul sebanyak 18 desa pesisir, 56 desa terletak di lereng/punggung bukit dan 70 desa terletak di dataran. Jumlah penduduk Kabupaten Gunungkidul tahun 2018 tercatat 765,284 jiwa, dengan laju pertumbuhan 1.07% yang artinya antara tahun 2017 sampai dengan tahun 2018 penduduk Kabupaten Gunungkidul mengalami kenaikan sebesar 1.07%.
Potensi pariwisata di Kabupaten Gunungkidul cukup potensial dan beragam, baik wisata alam berupa pantai, goa, bukit, air terjun, pegunungan, tempat bersejarah serta wisata budaya maupun wisata religi. Obyek wisata pantai merupakan obyek wisata unggulan Kabupaten Gunungkidul yang terbentang 72 km di wilayah selatan mulai dari ujung barat ke ujung timur dan salah satunya adalah kawasan yang terdiri tujuh pantai yang letaknya saling berdekatan. Ketujuh pantai itu adalah pantai Baron, pantai Kukup, Sepanjang, Drini, Krakal, Slili, Sundak dan Pantai Ngandong.
Selain wisata alam pantai, Kabupaten Gunungkidul juga memiliki wisata alam yang sangat unik berupa kawasan karst yang meliputi 10 wilayah kecamatan dengan luas 13.000 km2. Keunikan tersebut bercirikan fenomena di permukaan (ekokarst) dan bawah permukaan (endokarst). Fenomena permukaan meliputi bentukan positif berwujud perbukitan karst yang jumlahnya + 40.000 bukit yang berbentuk kerucut, sedangkan bentukan negatifnya berupa lembah-lembah karst dan telaga karst. Fenomena bawah permukaan meliputi goa-goa karst (119 goa) dengan hiasan stalaktit dan stalakmit serta semua aliran sungai bawah tanah. Beberapa tempat wisata di kawasan karst Kabupaten Gunungkidul yang banyak dikunjungi wisatawan antara lain: goa Ngingrong dan lembah Karst Mulo kecamatan Wonosari, goa Jlamprong, goa Kali Suci, goa Jomblang dan goa Grubug Kecamatan Semanu, goa Seropan perbatasan Kecamatan Semanu dan Kecamatan Ponjong, goa Cokro Kecamatan Ponjong dan goa Pindul Kecamatan Karangmojo.
Wisata budaya yang dimiliki Kabupaten Gunungkidul juga sangat beragam dan menarik. Tradisi bersih desa / rasulan merupakan budaya lokal Gunungkidul yang sangat menarik bagi wisatawan. Disamping rasulan, terdapat juga upacara-upacara adat yang masih dilestarikan sampai sekarang dan menjadi komoditas pariwisata yang unik dan khas, antara lain : Upacara Melasti di Pantai Ngobaran, Upacara Sedekah Laut di Pantai Baron, Ngalap berkah di Nglanggeran, Upacara cing cing goling di Karangmojo, dan kesenian-kesenian tradisional seperti kesenian Rinding Gumbeng, Gejog lesung, wayang kulit, reog, jathilan, campursari, dan sebagainya (sumber: pemerintah kabupaten Gunungkidl).