pesonajawa.com -- Cultural Heritage

Diperbaharui: Monday, June 14, 2021


Malioboro Yogyakarta

Address: Jl. Malioboro, Kecamatan Gedong Tengen, Kota Yogyakarta

Kecamatan Gedong Tengen, Kota Yogyakarta


S: 7°47'23.80" E: 110°21'58.20"

Lat: -7.78994464874 Long: 110.36616516113

Malioboro Yogyakarta, jalan yang berhiaskan untaian bunga.


Sahabat pesonajawa, Malioboro adalah nama jalan utama di Kecamatan Gedong Tengen, Kota Yogyakarta yang sangat dikenal para wisatatan. Malioboro membentang dari utara ke selatan menuju Keraton Yogyakarta (Ngayogyokarto Hadiningrat) yang sudah ada sejak Kasultanan Ngayogyokarto Hadiningrat berdiri pada tahun 1755 yang di pimpin Sri Sultan Hamengkubuwono I. Jalan utama kasultanan Yogyakarta ini digunakan oleh Sri Sultan dengan menghiasi sepanjang jalan dengan untaian bunga (Malyabhara) untuk menyambut para tamu resmi kasultanan seperti kunjungan gubernur jenderal dari Batavia maupun pempimpin eropa lainnya seperti pemimpin Inggris saat itu.


Namun pada masa kini, jalan Malioboro tidak lagi berhiaskan untaian bungu, tetapi selalu berhiaskan untaian manusia, yaitu berkumpulnya para wisatawan ke Yogyakarta yang selalu memadati jalan Malioboro. Jalan Malioboro merupakan saksi sejarah perkembangan Kota Yogyakarta sejak masa penjajahan Belanda. Jalan Malioboro membentang dari utara ke selatan di atas garis imajiner Keraton Yogyakarta yang disebut juga Sumbu Filosofis Yogyakarta. Garis imajiner ini membentang dari utara ke selatan, dari Gunung Merapi melalui Keraton Yogyakarta sampai di pantai Parang Kusumo. Imajiner (terdapat dalam angan-angan)


Kisah mistis tentang hubungan Ratu Kidul (Nyai Roro Kidul) dengan para raja Mataram dimulai saat kerajaan Mataram dipimpiin oleh Panembahan Senopati Ing Ngalogo yang berhubungan dengan Nyai Roro Kidul. Hubungan ini dimulai sejak Panembahan Senopati (Danang Sutowijoyo) mendirikan kerajaan Mataram dengan membuka hutan di Mentaok (babat alas mentaok). Danang Sutowojoyo meminta bantun Nyai Roro Kidul untuk menenangkan makluk-makluk halus di alas mentaok tersebut, dan sejak itu para raja Mataram berhubungan dengan Nyai Roro Kidul.


Kisah pertemuan Raja Mataram dengan Nyai Roro Kidul ini juga pernah dilakukan oleh Sultan Hamengkubowono IX (ayahanda Sultan Hamengkubowono X yang saat ini sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyarta sekaligus Raja Yogyakarta), dimana Sultan Hamengkubuwono IX pernah bertemu satu kali dengan Nyai Roro Kidul di Pantai Parang Kusumo (kisah dalam buku Tahta untuk Rakyat). Percaya atau tidak itu terserah masing-masing, tapi begitulah adanya, demikian penuturan Sri Sultan Hamengkubowono IX.


Foto diambil pada 31 October 2019

Malioboro diwaktu Pagi


Sejarah Malioboro


Sahabat pesonajawa, tahukah darimana asal usul Malioboro? ada beberapa kisah yang menyertai dibalik munculnya sebutan Malioboro.


Cerita pertama, banyak orang menganggap bahwa nama Malioboro digunakan merujuk pada seorang tokoh militer Inggris yang bernama “Marlborough”. Karena dengan lidah masyarakat disekitar (lidah jawa saat itu) yang kesulitan pengucapan kata Marlborough, maka masyarakat sekitar mengucapkannya dengan kata Malioboro.


Benarkah kisah ini? Prof Peter Brian Ramsey Carey menyaggah cerita ini karena Kota Yogyakarta secara resmi tidak pernah berada dikekuasaan Inggris selama menguasai Jawa pada tahun 1811 sampai dengan tahun 1816. Merujuk pada buku The History of Java (Raffles, 1817) tidak disebutkan tentang nama Marlborough.


Tetapi nama Marlborough (Duke of Marlborough) memang ada di Inggris sebagai gelar yang diberikan kepada John Churchill oleh William Henry (James II) yang menajdi Raja Inggris dan Irlandia. John Churchill (Duke of Marlborough) telah meninggal satu abad sebelumnya (1722) dari cerita Malioboro ini, sehingga sangat dipertanyakan sejarawan tentang asul usul Malioboro menurut kisah ini.


Malioboro diwaktu Malam


Cerita kedua, kisah ini belum lama diungkap melalui instragram dinas komunikasi dan informatika (kominfo) @kominfodiy, bahwa nama Malioboro berasal dari kata “Maliabara” yang terdiri dari dua suku kata “Malia” yang berarti wali dan “bara” yang berarti mengembara. Sehingga makna dari “Maliabara” secara etimologis berarti jadilah wali yang mengembara setelah memilih jalan keutamaan. Hendaknya mengikuti ajaran wali, lalu menyebarkan ajarannya dan menerangi kehidupan manusia,"demikan yang disebutkan melalui instagram @kominfodiy.


Foto diambil pada 28 April 2019

Fasilitas Andong di Malioboro


Cerita ketiga, jalan Malioboro (dalam bahasa sansekerta Malyabhara terdiri dari kata Malya yang berarti karangan bunga dan Bhara yang berarti menyajikan) dibangun bersamaan dengan dibangunnya Keraton Yogyakarta. Kata Malyabhara ini ditemukan dalam buku Ramayana. Terdapat juga dalam Ramayana versi Jawa (dalam buku Adiparwa dan Wirathaparwa) abad ke-9 dan abad ke-10. Kata Malyabhara juga terdapat dalam buku Parthawijaya dari abad ke-14 yang ditulis kembali kembali dalam Dharmasunya pada tahun 1714.


Kasultanan Yogyakarta merupakan hasil pembagian Kerajaan Mataram setelah terjadinya perjanjian Giyanti pada hari Kemis Kliwon, 12 Bakda Mulud (Rabingulakir) 1680 tahun kalender Jawa dengan membagi Kerajaan Mataram menjadi dua yaitu Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (Yogyakarta) dan Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Kasultanan Yogyakarta dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwono I) dan Kasunanan Surakarta dipimpin oleh Susuhunan Paku Buwono III. Dalam kalender masehi terjadi pada tanggal 13 Februari 1755. Dosen sejarah Universitas Indonesia, Prof Peter Brian Ramsey Carrey juga menyatakan bahwa nama kota Yogyakarta dan nama jalan Malioboro terinspirasi dari buku (kitab) Rayamayana.


Kata "Malyabhara" inilah yang menginspirasi Sultan Hamengku Buwono I untuk memberikan nama kotanya ketika merancang kota kasultanan Yogyakarta. Argumentasi ini perkuat berdasarkan gagasan Malyabhara sebelum perjanjian Giyanti. Malyabhara (menyajikan karangan bunga) ini telah dilakukan pada abad ke-19 dan 20 dalam upacara penyambutan kedatangan pemimpin Belanda dari Batavia.


Sahabat pesonajawa, lidah orang jawa itu bila berucap ‘a’ biasanya akan dicuapkan ‘o’, misalnya apa (opo), jaka (joko), Yogyakarta (Yogyokarto), maka Malyabhara diucapkan Malioboro. Itulah sejarah Malioboro.




Destinasi wisata ini berada di ketinggian 114 meter dpl.

Estimasi lamanya kunjungan di tempat ini adalah 120 menit.

Perkiraan jam buka antara pukul 00:00:00 sampai dengan 23:59:00 wib.